Blora, 24 September 2025 – Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IAI Khozinatul Ulum Blora (LPPM IAIKU BLORA) turut berperan aktif dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Kearifan Lokal Berbentuk Ungkapan Verbal Sedulur Sikep sebagai Penunjang Wisata Budaya di Kabupaten Blora”. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerja sama Universitas Negeri Semarang (UNNES) dengan Bapperida Kabupaten Blora dan menghadirkan berbagai unsur penting mulai dari jajaran kepala dinas, tokoh Sedulur Sikep, serta aparat desa yang menjadi basis komunitas Sikep serta perguruan tinggi di Blora dan Cepu. Kehadiran para pemangku kepentingan memperlihatkan keseriusan bersama dalam menggali sekaligus menjaga kearifan lokal masyarakat Sikep yang terwujud dalam ungkapan verbal. Bagi LPPM IAIKU Blora yang diwakili Bapak Zaimul Asror, M.A. dan Bapak A. Abdul Azis, M.Pd., forum ini merupakan momentum penting untuk menjembatani dunia akademik dengan kebutuhan nyata masyarakat, sehingga hasil penelitian dapat memberi dampak langsung bagi pembangunan kebudayaan daerah.
Dalam forum diskusi, para peneliti dari UNNES memaparkan bahwa bahasa bukan hanya sarana komunikasi, melainkan juga medium untuk merawat nilai dan identitas budaya. Masyarakat Sikep dikenal dengan prinsip hidup sederhana, jujur, dan bersahaja, yang diwariskan secara lisan melalui pitutur luhur. Namun, perubahan zaman dan kebijakan formal sering kali membuat ajaran-ajaran tersebut tergeser. Misalnya, aturan pernikahan negara yang tidak selaras dengan adat Sikep menyebabkan generasi muda kerap mendapat stigma sosial. Menanggapi hal itu, tokoh Sikep, Mbah Tono, menyuarakan keprihatinannya. Ia menegaskan bahwa dalam adat Sikep, pernikahan sah bila dicatat oleh kedua belah pihak keluarga, bukan semata berdasarkan akta negara. “Tradisi kami tergerus karena aturan pemerintah. Padahal kami menikah sekali untuk selamanya, bukan sementara,” ujarnya.
LPPM IAIKU Blora melihat persoalan tersebut bukan hanya sebagai masalah sosial, tetapi juga tantangan riset dan hukum. Sebagai lembaga yang bertugas melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, LPPM IAIKU Blora menilai perlunya strategi inovatif untuk mendokumentasikan ajaran-ajaran Sikep agar tidak hilang dimakan zaman. Digitalisasi tradisi lisan menjadi salah satu tawaran solusi. Melalui pendekatan etnolinguistik berbasis teknologi, ungkapan-ungkapan Sikep dapat diarsipkan, diajarkan kembali kepada generasi muda, serta diperkenalkan secara luas melalui media digital. Dengan demikian, nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tetap relevan sekaligus mudah diakses publik.
Dari sisi pemerintah daerah, Kepala Bapperida Blora, Pak Cayo, menegaskan kesiapannya mengakomodasi kebutuhan komunitas Sikep. Ia menilai pelayanan publik harus dirancang lebih inklusif, terutama agar hak-hak masyarakat adat tidak diabaikan. Hal senada juga disampaikan oleh perwakilan Dinas Pendidikan Blora yang menyoroti pentingnya pendidikan nonformal bagi komunitas Sikep. Sejak 2010, sudah ada program pemberantasan buta aksara hingga sekolah paket B yang melibatkan masyarakat Sikep. Ke depan, muatan lokal tentang budaya Sikep juga direncanakan masuk dalam kurikulum pendidikan daerah. Bagi LPPM IAIKU Blora, langkah ini sejalan dengan misi kampus untuk mendorong pendidikan berbasis kearifan lokal.
Diskusi juga menyinggung soal strategi pengembangan wisata budaya. Dinas Pariwisata Blora menegaskan bahwa desa-desa basis komunitas Sikep seperti Sambongrejo, Klopoduwur, hingga Kemantren memiliki potensi besar untuk dijadikan destinasi wisata berbasis budaya. Wisatawan tidak hanya akan menikmati keindahan alam, tetapi juga belajar tentang kejujuran, kesederhanaan, dan falsafah hidup masyarakat Sikep. Di titik ini, LPPM IAIKU Blora menilai pentingnya riset kolaboratif lintas kampus untuk mengemas kearifan lokal menjadi produk wisata edukatif yang memiliki nilai ekonomi sekaligus memperkuat identitas Blora.
Selain isu-isu praktis, diskusi menekankan pula perlunya regenerasi dalam melestarikan nilai-nilai budaya Sikep. Generasi muda harus dikenalkan dengan ungkapan-ungkapan tradisional, baik melalui pembelajaran formal, kegiatan ekstrakurikuler, maupun media digital. Menurut LPPM IAIKU Blora, proses regenerasi ini krusial agar kearifan lokal tidak sekadar menjadi artefak sejarah, melainkan terus hidup dalam praktik sehari-hari. Kampus memiliki peran strategis sebagai pusat inovasi, penelitian, dan pengabdian masyarakat untuk memastikan nilai-nilai itu tetap aktual.
FGD ini menutup rangkaian diskusi dengan kesepakatan perlunya sinergi antara pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan komunitas adat dalam menjaga warisan budaya Sikep. LPPM IAIKU Blora berkomitmen untuk mengambil peran aktif dalam kolaborasi ini, khususnya dalam hal penelitian, dokumentasi digital, dan pemberdayaan masyarakat. Melalui pendekatan yang berbasis kearifan lokal, kampus tidak hanya hadir sebagai lembaga akademik, tetapi juga sebagai mitra strategis dalam membangun Blora yang berbudaya, inklusif, dan berdaya saing.
Dengan keberhasilan penyelenggaraan FGD ini, LPPM IAI Khozinatul Ulum Blora berharap penelitian dan pengabdian yang dilakukan tidak berhenti pada tataran akademis, melainkan memberi dampak nyata. Ke depan, lembaga ini bertekad mendorong model pembangunan berbasis kearifan lokal yang dapat memperkuat wisata budaya Blora sekaligus menjadi teladan bagi daerah lain di Indonesia.



