Selasa, 9 September 2025 bertempat di Ruang Rapat Lantai 2 Bapperida Blora. Pemerintah Kabupaten Blora melalui Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) kembali menunjukkan komitmennya dalam mendorong riset kebijakan yang berpihak kepada masyarakat. Kali ini, Bapperida bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) penyusunan riset optimalisasi akses pelayanan publik bagi masyarakat adat samin. bahwa kegiatan ini melibatkan lintas lembaga, baik instansi pemerintah maupun lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat, yang dihadiri oleh kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Blora, Kantor Kementerian Agama Blora, Badan Pertanahan Nasional, hingga lembaga penelitian perguruan tinggi se Kabupaten Blora. Kehadiran berbagai elemen ini mempertegas pendekatan kolaboratif yang ditempuh oleh Bapperida dan BRIN, guna memastikan bahwa kajian yang dihasilkan memiliki legitimasi akademis, administratif, sekaligus sosial.
Salah satu institusi pendidikan tinggi yang mendapatkan undangan resmi adalah LPPM IAI Khozinatul Ulum Blora. Keterlibatan LPPM IAI Khozinatul Ulum Blora ini menjadi bukti bahwa perguruan tinggi keagamaan tidak hanya berfungsi sebagai pusat pendidikan, tetapi juga sebagai mitra strategis pemerintah dalam mengembangkan riset kebijakan publik. Komitmen ini juga menjadi bagian dari kontribusi nyata LPPM IAI Khozinatul Ulum Blora dalam mendukung visi pembangunan daerah yang inklusif dan berkelanjutan, khususnya dalam isu perlindungan hak-hak masyarakat adat Samin yang selama ini sering terpinggirkan.
Dalam forum penting tersebut, LPPM IAI Khozinatul Ulum Blora diwakili oleh Achmad Abdul Azis, M.Pd, yang saat ini menjabat sebagai sekretaris LPPM. Beliau hadir mewakili Ketua LPPM, Bapak Zaimul Asroor, M.A., yang berhalangan hadir. Kehadiran LPPM diharapkan dapat menghadirkan perspektif akademis sekaligus religius, mengingat IAI Khozinatul Ulum Blora merupakan perguruan tinggi yang berkomitmen pada pengembangan pendidikan Islam serta penguatan pengabdian masyarakat.
Agenda FGD ini tidak hanya memfasilitasi diskusi mengenai hambatan akses pelayanan publik, tetapi juga menekankan perlunya reformasi birokrasi agar layanan pemerintah benar-benar bisa menjangkau semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Peserta diminta untuk mengisi kuesioner serta mempelajari materi paparan yang telah disediakan. Mekanisme ini menunjukkan bahwa kegiatan riset dijalankan dengan model partisipatif, di mana setiap peserta tidak hanya hadir secara formal, melainkan juga memberikan masukan berdasarkan data, pengalaman, dan perspektif keilmuan.
Materi kajian yang diangkat BRIN sendiri menyoroti berbagai persoalan konkret yang dialami masyarakat adat. Hambatan tersebut mencakup kurangnya perhatian, kurangnya koordinasi pemahaman yang mendalam dikalangan birokrasi, rumitnya dalam persyaratan administratif, keterbatasan lahan yang dikuasai pihak tertentu, hingga kurangnya pemahaman layanan tentang nilai dan kearifan lokal. Lebih jauh, persoalan hak dasar seperti akses informasi, layanan kesehatan, dan pendidikan juga masih menjadi masalah serius yang dihadapi komunitas adat terutama sosialisasi intens dan edukasi terhadap masalah kesehatan. Situasi ini menunjukkan urgensi reformasi birokrasi yang tidak hanya menekankan efisiensi, tetapi juga keberpihakan pada kelompok rentan.
Dalam konteks tersebut, kontribusi akademisi, termasuk dari IAI Khozinatul Ulum Blora, menjadi penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang dirumuskan tidak hanya berbasis pada data administratif, melainkan juga berakar pada kajian ilmiah yang sensitif terhadap aspek sosial dan budaya. Pandangan ini sejalan dengan semangat BRIN yang mengedepankan riset adaptif, integratif, dan kolaboratif. Kehadiran perwakilan perguruan tinggi, khususnya LPPM IAI Khozinatul Ulum Blora, di forum FGD ini semakin memperkaya sudut pandang yang digunakan dalam merumuskan rekomendasi kebijakan.
Harapan besar tertuju pada hasil FGD ini agar dapat melahirkan rekomendasi strategis yang aplikatif bagi pemerintah daerah maupun BRIN. Rekomendasi tersebut diharapkan mampu mendorong terciptanya model pelayanan publik yang inklusif, adil, serta berkelanjutan. Dalam hal ini, kontribusi akademisi dari perguruan tinggi Islam seperti IAI Khozinatul Ulum Blora berfungsi memperkuat dasar ilmiah sekaligus etis dari kebijakan yang akan disusun. Kolaborasi lintas sektor ini pada akhirnya akan mempertegas sinergi antara pemerintah, lembaga riset, dan perguruan tinggi dalam menjawab tantangan pelayanan publik di tengah keberagaman masyarakat.
Keterlibatan LPPM IAI Khozinatul Ulum Blora dalam forum FGD ini juga memiliki makna simbolis. Kehadirannya menegaskan bahwa perguruan tinggi Islam bukan hanya menara gading ilmu pengetahuan, tetapi juga agen perubahan sosial yang terjun langsung dalam penyelesaian problematika nyata masyarakat. Dengan partisipasi aktif dalam forum kebijakan publik tingkat daerah, IAI Khozinatul Ulum Blora mempertegas perannya sebagai mitra pemerintah dalam mewujudkan pembangunan daerah yang responsif, adil, dan berpihak pada kelompok rentan, khususnya masyarakat adat samin.



